Nikmati saja hujan dengan secangkir kopi hangat dan obrolan di blog ini....

Senin, 18 Agustus 2014

TUHAN itu Romantis!!



Kapankah manusia diciptakan? Menurut Kejadian 2 : 6-7 tertulis saat kabut naik ke atas bumi lalu membasahi seluruh permukaan bumi,saat itulah manusia diciptakan (dikisahkan di ayat sebelumnya Tuhan Allah belum pernah menurunkan hujan ke atas bumi). Betapa romantisnya situasi seperti ini? Kabut yang tadinya naik, kemudian perlahan turun membasahi seluruh permukaan bumi yang belum pernah terjamah rintik hujan.

Banyak film yang menggunakan adegan turunnya hujan untuk mendukung tercapainya suatu klimaks. Misalnya saja adegan bertengkarnya sepasang kekasih yang akhirnya mereka berpisah akan terasa lebih lebih pilu apabila terjadi saat hujan turun. Demikian pula dengan bertemunya kembali sepasang kekasih setelah bertahun-tahun berpisah akan lebih syahdu bila disertai turunnya hujan. Klimaks ternyata lebih dapat terwujud ketika hujan turun. Karena itulah banyak sutradara dan produser yang memaksakan menghadirkan hujan di beberapa scene film mereka untuk mendukung tercapainya klimaks.

Sepertinya ini pula yang Tuhan lakukan saat menciptakan manusia. Penciptaan manusia adalah klimaks dari serangkaian proses penciptaan semesta. Bagian terpenting di dalam karya Tuhan Allah adalah manusia. Kenapa penciptaan manusia disebut sebagai klimaks penciptaan semesta? Hanya manusialah makhluk yang dibentuk sendiri dengan tangan Allah. Dibutuhkan sebuah kesungguhan hati untuk membentuk manusia. Di bagian yang lain disebutkan manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Dibutuhkan detail yang menuntut konsentrasi tinggi untuk menciptakan karya yang serupa dengan diri sendiri.

Saat Affandi menciptakan lukisan Potret Diri, saya yakin bebannya lebih besar dari pada ia melukis objek lain. Ia dituntut mewujudkan diri dan kepribadiannya sendiri melalui karya lukisan. Apa jadinya kalau lukisan Affandi tersebut tidak sama dengan gambar dirinya yang sebenarnya? Disinilah seorang seniman dituntut bisa menilai dan menggambarkan dirinya ketika menciptakan karya yang menggambarkan dirinya. Ternyata menilai dan mencitrakan diri sendiri lebih sulit daripada menilai orang lain.

Demikian pula saat Tuhan Allah membentuk manusia dari debu dan tanah. Ada sebuah klimaks di mana Tuhan Allah harus menciptakan karya yang segambar dan serupa dengan diri-Nya sendiri. Ciptaan itu harus benar-benar serupa. Di sinilah Tuhan Allah berefleksi menilai diri-Nya sendiri seperti layaknya seniman yang melukis potret dirinya.

Saat manusia terbentuk inilah turun titik-titik air yang membasahi bumi. Tanah yang kering menjadi segar karena rintik hujan yang menyapa debu tanah. Seperti layaknya sebuah adegan drama di mana ada dua insan berpelukan erat di tengah-tengah derai hujan.... Tuhan Allah dengan pencurahan energi dan kasih-Nya yang maksimal membentuk manusia pertama di tengah-tengah titik-titik air yang menyapa bumi. Benar-benar romantis....


Ceper, 16 Maret 2011


(saat kemarau mulai menyapa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar