Nikmati saja hujan dengan secangkir kopi hangat dan obrolan di blog ini....

Senin, 18 Agustus 2014

BERPRINSIP!!



Lukas 7 : 36 – 50


Yesus sering menaruh perhatian yang besarterhadap perempuan-perempuan berdosa. Termasuk di dalam perikop ini, Yesus membiarkan perempuan yang berdosa membasuh kakiNya dengan air mata, menyekanya dengan rambut, mencium kakiNya, dan meminyaki dengan minyak wangi. Padahal saat itu Ia sedang makan di rumah orang Farisi yang terkenal dengan kepatuhannya terhadap Taurat. Sangat kontras! Di satu sisi Yesus makan di rumah orang Farisi yang “suci” dan di sisi yang lain muncullah perempuan berdosa yang “kotor” membasuh kaki Tuhan Yesus.

Ada sebuah permainan cantik yang dilakukan Tuhan Yesus d dalam iperikop ini. Saat menerima undangan makan bersama dari orang Farisi, Yesus tidak menolaknya. Menurut saya ini adalah trik di mana Tuhan Yesus membuka jejaring, termasuk kepada orang Farisi. Sebelumnya Yesus pun juga pernah diundang dalam perjamuan besar di rumah Lewi yang dulunya adalah pemungut cukai. Apa salahnya makan bersama? Meskipun secara prinsip dan pemikiran bertentangan dengan orang Farisi, tetapi di dalam kehidupan duniawi tidak tertutup kemungkinan timbul sebuah kedekatan pribadi. Yesus pun di dalam Injil Yohanes memiliki kedekatan dengan seorang Farisi bernama Nikodemus. Dari teks, kita bisa mengetahui bahwa orang Farisi pun mengakui bahwa Yesus itu nabi (ay 39). Jadi orang Farisi menghargai kedudukan Yesus sebagai seorang nabi meskipun banyak pemikiran yang bertentangan di antara mereka, terlebih mengenai masalah Taurat.

Saat menempatkan diri sebagai tamu, Tuhan Yesus tidak serta merta menganggap diriNya ikut-ikutan sok suci seperti pemikiran orang Farisi yang menganggap dirinya yang paling benar soal agama. Saat ada perempuan yang berdosa membasuh kakiNya, Ia justru membiarkannya. Tidak mengusirnya. Terjadilah sebuah pemandangan yang unik : di rumah orang Farisi ada perempuan berdosa dan Yesuslah yang sebagai penengah.

Bayangkan kalau tidak ada Tuhan Yesus... Orang Farisi akan selalu menganggap dirinya suci dan perempuan berdosa dianggapnya tidak layak masuk ke dalam rumahnya. Demikian pula dengan perempuan berdosa tidak akan berani memasuki rumah orang Farisi kalau tidak ada Yesus di dalamnya. Kehadiran Yesus menjadi jembatan keduanya. Kepada orang Farisi, Tuhan Yesus menghargai undangan jamuan makannya; dan kepada perempuan berdosa, Tuhan Yesus tidak menganggapnya hina.

Permainan cantik inilah yang tidak mudah untuk diterapkan. Membuka hubungan kepada setiap orang termasuk kepada mereka yang berbeda pandangan dengan kita adalah hal yang sulit. Menjadi jembatan bukan berarti tidak memiliki pendirian. Tuhan Yesus tetap memiliki pendirian. Bukan hanya sekedar basa-basi yang akhirnya malah merepotkan diri sendiri, tetapi menjalin hubungan yang tetap mengedepankan prinsip. Yang salah ya katakan salah, yang benar ya katakan benar. Tuhan Yesus berani mengatakan benar kepada perempuan yang berdosa (karena memang ia layak diampuni) dan tidak terjatuh menjadi orang Farisi meskipun Ia di rumah orang Farisi.

Kita sering kali terjatuh di dalam situasi yang mebuat kita kehilangan prinsip. Kita seringkali seperti layaknya bunglon. Saat sedang dekat dengan si A kita seolah-olah menjadi si A, dan ikut menjelek-jelekkan si B. Demikian pula saat bersama si B kita juga seolah-olah sepikiran dengnm B dan bahkan ikut-ikutan memperolok si A. Sungguh aneh memang makhluk yang namanya manusia.... Melalui perikop ini menurut saya Tuhan Yesus mengajarkan satu hal yang terselubung : tetaplah berprinsip di mana pun posisi kita berada! Salam....


Ceper, 230511

Tidak ada komentar:

Posting Komentar