Nikmati saja hujan dengan secangkir kopi hangat dan obrolan di blog ini....

Rabu, 20 Agustus 2014

TIADA MAAF BAGIMU (Matius 11 : 20 – 24)



Bagi saya ini adalah perikop yang sangat emosional. Dengan begitu berapi-api Yesus menjatuhkan vonis bagi tiga kota : Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum. Memang dalam Injil beberapa kali kita menjumpai peristiwa Yesus yang emosional, seperti saat mengutuk pohon ara yang tidak berbuah, mengecam para ahli Taurat dan Farisi, serta saat memorak-porandakan lapak-lapak PKL di halaman Bait Allah. Tapi yang ini beda. Ini lebih emosional. Ini lebih sensasional!!

Tanpa ba-bi-bu, Yesus tiba-tiba saja mengatakan “celakalah!”. Padahal di perikop sebelumnya (kalau ini masih menjadi satu rangkaian narasi), Yesus menceritakan dengan santun dan tenang mengenai Yohanes Pembaptis. Yesus bertutur dengan sangat apik layaknya seorang pendongeng ulung tentang siapa itu Yohanes Pembaptis. Tapi tiba-tiba saja di perikop ini, seperti sebuah petasan yang meletus di malam yang hening, Yesus dengan nada tinggi mengecam tiga kota tersebut. Ada apa ini?? Kenapa tiba-tiba “mak bedunduk” (seperti kata alm. Mamiek) Yesus mengecam tiga kota tersebut?

Yesus membandingkan Korasim dan Betsaida dengan Tirus dan Sidon. Tirus dan Sidon adalah dua kota pelabuhan yang sangat ramai. Perdagangannya sangatlah maju. Kekayaan dua kota ini bukan hanya karena pelabuhannya saja, tetapi juga kayunya yang terkenal. Sampai-sampai kayu-kayu dari Tirus dipakai untuk membangun Bait Suci pada jaman Salomo. Tapi Tirus dan Sidon akhirnya menjadi “gerbang” masuknya Baal melalui ratu Izebeel pada masa pemerintahan Ahab. Kesombongan dan hawa nafsu akhirnya menjauhkan Tirus dan Sidon dari ibadah kepada Allah. Tirus dan Sidon kemudian mendapatkan hukuman dari Allah dengan penghancuran. Dan kata Yesus, “Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon  akan lebih ringan dari tanggunganmu!” Nah lo… Tanggungan yang lebih besar ini tentu sebabnya adalah kesalahan yang lebih besar pula. Tidak dijelaskan secara nyata apa kesalahan Betsaida dan Korasim.

Sedangkan Kapernaum dibandingkan dengan Sodom. Sodom dipilih Lot karena dari kejauhan kelihatan layaknya negeri gemah ripah loh jinawi. Kemakmuran dan gemerlap kehidupannya menunjukkan bagaimana kehidupan Sodom kelihatan begitu menyenangkan. Tapi apa yang terjadi setelah Lot tinggal di dalamnya? Yang dijumpai adalah kebobrokan moral dan mental! Yang kelihatannya begitu gemerlap dan bling bling… tapi dalamnya busuk. Karena itulah Allah menghukum dengan membumi hanguskan Sodom menjadi lautan api. Tapi separah-parahnya Sodom ternyata ada yang lebih parah! (tapi bukan Bandung lautan api lho…) “Pada hari penghakiman, tanggungan Sodom akan lebih ringan dari tanggunganmu!” Ya sama seperti Betsaida dan Korasim tadi, Kapernaum pun nasibnya lebih parah dari Sodom.

Kalau kita melihat ketiga kota tersebut, kita akan mengetahui penyebabnya. Ketiga kota tersebut ternyata berada di wilayah danau Galilea. So what?? Danau Galilea bisa dikatakan sebagai pusat pelayanan Yesus. Kenapa di Galilea? Karena di sinilah berkumpul beragam etnis non-Yahudi. Yesus memanggil kedua belas murisnya di sini. Yesus mengajarkan khotbah di bukit juga di sini. Sangat banyak mujizat yang dilakukan Yesus di Galilea, termasuk yang paling fenomenal adalah saat memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dua ikan. Kurang apa coba? Memang Yesus sepertinya sengaja berfokus ke Galilea dalam pelayananNya karena di sinilah berkumpul banyak orang dari banyak bangsa. Tapi meskipun sudah totalitas melayani, apa yang dijumpai Yesus sangat jauh dari harapan. Justru di kota-kota sekitar Galilea seperti Betsaida, Korasim, dan Kapernaum tidak mau bertobat. Yesus membandingkan dengan Tirus dan Sidon, kenapa hukuman mereka lebih ringan daripada hukuman kepada Betsaida dan Korasim karena mereka kemudian mewujudkan pertobatan.

Hukuman kepada ketiga kota ini lebih berat dari Tirus, Sidon, dan Sodom. Tirus, Sidon, dan Sodom mendapatkan hukuman secara fisik, yaitu penghancuran kota, perbudakan, dan pembumi hangusan. Setelah hukuman fisik ini berlalu, Tirus, Sidon, dan Sodom membangun kembali kehancuran mereka dan hidup dalam pertobatan. Tapi bagaimana dengan Betsaida, Korasim, dan Kapernaum? Mereka tidak mendapatkan hukuman secara fisik. Hukuman mereka adalah tanggungan saat penghakiman. Artinya adalah tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat!!

Sungguh mengerikan, memang… Lalu bukankah Yesus di bagian yang lain mengajarkan akan hal mengampuni? (dan bahkan harus dilakukan 70 x 7 kali?) Lalu kenapa untuk tiga kota ini seolah tiada maaf bagi mereka? Keputusan Yesus ini bukanlah keputusan yang instan dan mendadak. Sebelumnya, meskipun tidak tertulis di dalam teks, tentu telah ada sebuah proses yang mendahului. Bisa jadi para murid yang diutus untuk mengabarkan tentang pertobatan dari rumah ke rumah di perikop sebelumnya menjadi pemicu kemarahan Yesus. Dikisahkan di Matius 10 : 14-15, jika ada rumah yang tidak menerima para murid, Yesus memerintahkan mereka untuk keluar, meninggalkan kota, dan mengebaskan kasut. “Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom-Gomora akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota ini.” Inilah perkataan yang sama yang dikatakan Yesus kepada Betsaida, Korasim, dan Kapernaum. Ketika kita melihat secara geografis letak ketiga kota tersebut dengan danau Galilea tempat Yesus berpelayanan, di sinilah sumber utamanya kenapa Yesus mengutuk Betsaida, Korasim, dan Kapernaum. Sudah berulang-ulang diserukan akan pertobatan, tetapi berulang-ulang pula ada sebuah penolakan. Tentu pintu pengampunan itu sudah berulang kali dibukalebar. Tapi ketika pintu itu terbuka lebar di depan mata dan mereka tidak menyambutnya dan masuk di dalamnya, lalu siapa yang salah? Demikian juga saat tuan rumah menutup kembali pintu yang telah terbuka lebar sejak lama tentu bukan salah si tuan rumah. Ini bukanlah masalah mau mengampuni atau tidak, tetapi masalah mau diampuni atau tidak.

Yesus telah melampiaskan kekecewaan-Nya terhadap kota Betsaida, Korasim, dan Kapernaum. Melalui perikop yang emosional ini kita diajak untuk melihat bagaimana Yesus yang benar-benar memiliki kasih yang sempurna. Bukan hanya menyembuhkan yang sakit, menghibur yang susah, tapi juga memberi ganjaran bagi mereka yang gak mau diatur. Kalau kita merefleksikan kepada bangsa Indonesia, kira-kira bagaimana ya respon Allah? Apakah merasa sangat puas? Atau apakah justru sangat murka melebihi Betsaida, Korasim, dan Kapernaum? Atau…. Malah bingung??? Hehehe… Selamat berefleksi.


Ceper, 21082014 – menjelang keputusan Mahkamah Konstitusi

Senin, 18 Agustus 2014

TERBAIK-TERBAIK - DEWA 19



Terbaik-terbaik. Dari judulnya saja sudah menunjukkan sebuah rasa optimis bahwa inilah karya yang lebih dari sekedar baik, lebih dari sekedar terbaik, karena inilah yang Terbaik-terbaik! Album ini bisa dikatakan merajai industri musik era 90-an dan menandai masa keemasan generasi 90-an. Perpaduan antara skill, aransemen, melodi, lirik, hingga desain cover album semuanya mewujudkan sebuah maha karya yang akan dikenang sepanjang masa. 

Diawali dengan sapaan instrumental gitar bolong Andra melalui lagu IPS, kita diajak untuk sedikit rileks… IPS adalah singkatan dari Ismulia Permata Sari, istri dari Andra Ramadhan. Hmmm… Pantes saja benar-benar romantis. Setelah dinina-bobokan dengan IPS, kita disuguhi raungan distorsi yang muncul menyambung di bagian akhir. Lagu Cukup Siti Nurbaya pun menghentak telinga kita. Lengkingan gitar Andra di bagian interlude benar-benar jenius. Inilah salah satu solo gitar terbaik di blantika musik Indonesia. Lagu yang berisi kritik social ini menyindir orang tua yang terlalu mengekang anaknya dalam mencari jodoh. “Bukan itu mama, bukan itu papa….” Seruan itu diulang-ulang pada akhir lagu dengan dibarengi cabikan bass Erwin yang begitu dingin.

 Lagu lain yang menghentak kuping adalah Manusia Biasa dan Jangan Pernah Mencoba. Dengan warna rock yang hampir sama dengan Cukup Siti Nurbaya, kedua lagu ini pun berisi kritik social bagi generasi muda. Kekuatan lirik yang puitis tertuang melalui lagu-lagu seperti Satu Hati, Hanya Satu, Restoe Boemi, dan Hitam Putih. Inilah kekuatan yang dimiliki DEWA 19 melalui maestro penulis liriknya, Dhani Ahmad. Senjata pamungkas di album ini ada pada album Cinta kan Membawamu Kembali. Cukup dengan konsep minimalis : piano dan vocal, lagu ini menjadi super hits di jamannya. Kekuatan lirik, lagu, aransemen, dan vocal Ari Lasso yang matang menjelma menjadi karya yang benar-benar luar biasa.

Meskipun menuai banyak pujian, tetapi album ini tidak mencerminkan sebuah keseimbangan. Album ini menurut saya lebih seperti karya solo dari seorang Dhani Ahmad. Seluruh lagu adalah ciptaan dan aransemen Dhani. Bukan itu saja, jatah lead vocal di beberapa lagu pun diserobot oleh Dhani. Sebut saja lagu Terbaik-terbaik, Manusia Biasa, dan Hitam Putih semuanya dinyanyikan oleh Dhani. Selain itu, clean gitar di lagu Manusia Biasa yang merupakan jatah Andra pun direbut oleh Dhani. Bahkan konsep cover pun dibuat oleh Dhani. Yah…. Inilah proyek Dhani yang mengatas namakan Dewa 19. Untungnya personel yang lain mampu mengimbangi dengan menyumbangkan skill mereka yang luar biasa di album ini. 

Inilah Dewa 19 dengan Terbaik-terbaiknya. Inilah masa kejayaan music Indonesia yang selalu dirindukan kembali kehadirannya. 

Ceper, 
19082014 

Silver Linings Playbook, Datanglah kepada Cinta yang Menguatkan!



Film ini mempertemukan dua karakter yang tidak biasa dalam jalinan asmara. Pat dikisahkan memiliki kelainan jiwa bipolar disorder berjumpa dengan Tiffany yang juga mengalami gangguan kejiwaan. Keduanya memiliki masalah yang berkaitan dengan masa lalu yang kelam. Pat pernah menjumpai istrinya mandi bersama dengan pria lain dan ia pun menganiaya pria itu hingga hampir tewas. Kasus itu mengakibatkan Pat harus menjalani perawatan di Rumah Sakit sebagai bentuk hukuman. Sedangkan Tiffany baru saja menjanda karena suaminya meninggal. Ia pun melampiaskan kesedihannya dengan menjadi wanita penggoda.

Kisah cinta mereka berawal saat Pat bersedia membantu Tiffany dalam lomba menari. Awalnya Pat menganggap Tiffany hanya sabatas teman karena ia masih menyimpan harapan kepada mantan istrinya. Tapi cinta itu lama-lama bersemi dan tumbuh. Dalam kekurangannya, Pat dan Tiffany malah justru menemukan sebuah chemistry, perpaduan yang saling melengkapi.

Cinta memang bisa menjelma menjadi sebuah energi yang memulihkan. Saat jatuh cinta kita akan merasakan sebuah gairah atau semangat yang tiada duanya. Adrenalin kita seperti terpacu sangat cepat saat jatuh cinta. Pat yang tadinya ling-lung, setelah menemukan harapan akan cintanya (yang dicintai saat itu masih mantan istrinya) berubah menjadi Pat yang enerjik. Demikian pula dengan Tiffany yang apatis dan tertutup, setelah berjumpa dengan Pat menjadi seorang yang mulai membuka diri. Gangguan kejiwaan yang ada dalam diri Pat dan Tiffany seolah lenyap setelah mereka saling menguatkan satu dengan yang lain.

Ketika kita merasa lemah, letih, sedih, marah, benci, apatis, frustasi… di saat itulah kita memerlukan perhatian dari orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Siapakah mereka? Hanya Anda sendirilah yang tahu.


Ceper, 19082014

Pohon Agama


Ada sesuatu yang menarik dari dialog lintas iman dalam rangka tour Xtraligi bersama Ki Ageng Ganjur dan Fadly Padi di Pondok Pesantren Al Barokah - Klaten kemarin. Ki Ageng Ganjur menggambarkan agama itu seperti halnya pohon. Pohon tidak dapat tumbuh tanpa ada tanah sebagai media tanam. Artinya adalah di mana benih agama itu tersebar, akarnya harus menyatu dengan tanah di mana pohon tersebut akan bertumbuh. Yang di maksud tanah adalah budaya atau konteks kehidupan lokal. Jadi benih agama itu harus memiliki akar budaya lokal untuk dapat tumbuh dengan baik. Gambaran ini sebenarnya menyindir ajaran agama yang tidak dapat mengakar dengan baik karena tidak ditumbuhkan bersama-sama dengan budaya lokal. Ajaran-ajaran yang semacam inilah yang sering menjadi batu sandungan dalam kehidupan bersama.

Meskipun agama Islam berasal dari Arab, tapi bukan berarti harus memaksakan diri seperti orang Arab. Agama Kristen yang berasal dari Eropa bukan berarti orang Kristen harus memiliki budaya Eropa. Demikian pula dengan orang Hindu dan Budha pun jangan kemudian memaksakan menjadi orang India ataupun China. Kita tetaplah orang Indonesia. Biarlah agama itu berakar di Nusantara dan menyatu dengan budaya-budaya yang ada di Nusantara. Kalau kita cermati ada suatu trend yang seolah-olah kalau sudah ke-Arab-araban,ke-Eropa-eropaan, ke-India-indiaan, ke-China-chinaan, sudah benar-benar mendalami ajaran agama dengan sungguh-sungguh. Justru sebenarnya inilah trend yang merusak keharmonisan kita. Ormas-ormas yang berperilaku meresahkan adalah contoh kecil bagaimana agama yang tidak ditumbuhkan di tanah kita sendiri. Entah akar mereka ke mana, tetapi yang jelas dilihat dari perilaku mereka bukanlah bagian dari budaya kita.

Kiranya kita dapat menumbuhkan agama kita di atas tanah Nusantara sehingga keharmonisan senantiasa terjaga di tengah berbedaan.







Apa Agamamu? Mmm... Kasih Tahu Gak Ya??





Suatu hari saya berjumpa dengan seorang kawan yang menjadi calon sementara wakil rakyat di suatu daerah. Seperti calon-calon yang lain, kawan saya pun juga mengadakan sosialisasi ke daerah-daerah. Kawan saya bercerita kalau banyak orang yang menanyakan “agama bapak apa?”. Terus terang inilah dilema yang ia alami. Ia adalah seorang Kristen yang mencalonkan diri di daerah yang mayoritas beragama Islam. Kalau ia jujur dengan menyebutkan saya Kristen, tentu jawaban itu akan menurunkan rasa simpati masyarakat untuk memilih dirinya. Untuk menyikapi hal tersebut teman saya pun mengatakan, “Tuhan saya sama seperti Tuhan anda”. Hmmm… cukup cerdik juga.

Masihkah perlu di jaman ini kita mempermasalahkan agama? Itulah pertanyaan yang membuat kita berpikir ulang mengenai agama. Agama itu bukanlah sekedar identitas. Agama itu tidak sekedar hitam di atas putih seperti yang tertera di kartu identitas kita. Tapi agama adalah jalan pribadi yang kita pilih untuk memaknai keagungan Tuhan. Jikalau demikian, sebenarnya agama bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan di dalam kehidupan bersama.

Sejarah bangsa ini telah membuat agama menjadi sesuatu yang hanya bersifat identitas semata. Sejak peristiwa G 30 SPKI pemerintah mewajibkan setiap warga Indonesia untuk beragama. Inilah awal mula pendangkalan makna agama. Agama bukan lagi sesuatu yang benar-benar diyakini dan diimani tetapi hanya sekedar identitas untuk melegalkan diri. Belum lagi pembatasan agama yang diakui di Indonesia hanya ada lima menunjukkan betapa sempitnya pandangan masyarakat kita akan hubungan manusia dengan Tuhan.

Agama bukanlah tembok yang membatasi langkah jelajah kita. Novel Life of Pi begitu banyak memberikan saya inspirasi akan konsep beragama. Kisah seorang anak keluarga India bernama Pi yang meskipun sejak kecil diajarkan agama Hindu tetapi mencoba untuk mencari pengalaman bersekutu dengan Tuhan melalui agama-agama yang lain. Ia merasakan kedamaian saat belajar sholat. Ia merasakan suka cita saat mengenal Yesus. Dan Pi pun menerima semua ajaran tersebut sebagai sebuah ekspresi manusiawi di hadapan Tuhan. Tidak ada lagi sekat di mana agama hanya dimaknai sebagai identitas. Agama adalah wujud pengakuan diri di hadapan Tuhan.

Jadi, apakah agamamu? Mmmm…. Kita menyembah Tuhan yang sama kok, tenang saja…

Di Antara Dua Hari Raya yang tidak Populer


Di dalam kalender nasional kita, tanggal 27 Mei 2014 adalah hari Isra’ Mi’raj, sedangkan tanggal 29 Mei 2014 adalah hari kenaikan Isa Almasih (Yesus Kristus). Saya yakin, meskipun disebut sebagai hari besar/raya keagamaan tetapi greget perayaannya tidak sama seperti ketika perayaan Idul Fitri ataupun Natal. Bahkan bagi mereka yang tidak merayakannya banyak yang tidak memahami makna dari Isra’ Mi’raj dan kenaikan Yesus Kristus. Bagi mereka yang tidak merayakannya yang penting hari itu tanggal merah. Kalau tanggal merah ya libur – tak peduli kenapa hari itu tanggal merah. Sebenarnya kalau kita merenungkan makna yang terkandung dalam kedua hari besar tersebut kita akan menjumpai sebuah refleksi kebersamaan yang sangat indah.

Hari raya Isra’ Mi’raj adalah hari dimana umat muslim memperingati perjalanan suci nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Isra’ Mi’raj sendiri berarti perjalanan di waktu malam. Waktu itu nabi Muhammad berusia 51 tahun. Sebelum melakukan perjalanan suci tersebut, nabi Muhammad sedang dirundung duka cita yang luar biasa hebatnya karena istrinya yang bernama Khadijah dan pamannya yang bernama Abu Thalib baru saja meninggal dunia. Isra’ mi’raj adalah anugerah dari Allah untuk menguatkan nabi Muhammad dari kedukaannya melalui perjalanan suci menuju nirwana.

Perjalanan nabi Muhammad dipandu oleh malaikat Jibril dan mengendarai buraq. Perjalanan suci tersebut di awali dari Masjidil Haram. Tempat pertama yang disinggahi adalah gunung Sinai, tempat di mana Allah menurunkan Taurat melalui nabi Musa. Di sanalah nabi Muhammad mewujudkan shalat 2 rakaat. Setelah itu nabi Muhammad mengunjungi Betlehem, tempat di mana Yesus (nabi Isa) dilahirkan. Nabi Muhammad pun shalat di situ sebanyak 2 rakaat. Perjalanan selanjutnya nabi Muhammad pundibukakan mata hatinya atas hal-hal yang baik dan buruk di dunia ini. Dengan menaiki 7 tingkap langit hingga langit ke-7, nabi Muhammad mendapatkan amanat dari Allah untuk mendirikan shalat sebanyak 50 kali dalam sehari-semalam. Karena dirasa terlalu berat, akhirnya nabi Muhammad memohon agar jumlah shalat itu dikurangi. Dan akhirnya terwujudlah sebuah perintah dari Allah untuk mendirikan shalat sebanyak lima kali dalam sehari.

Begitu indah perjalanan yang dilakukan nabi Muhammad hingga ke surga tingka ke-7 dan berjumpa dengan Allah yang Maha Kudus. Jika kita melihat di dalam hari raya Kenaikan Isa Almasih, kita akan menjumpai sebuah peristiwa yang hampir sama. Setelah mati di kayu salib, Yesus bangkit pada hari Paskah dan menampakkan diri kepada para murid selama 40 hari sebelum akhirnya naik ke surga. Pada hari itu Yesus dan para murid berkumpul di dekat Betania. Yesus mengungkapkan bahwa tugas-Nya di dunia ini telah selesai, dan ia harus kembali ke tempat Bapa. Setelah memberkati mereka, perlahan-lahan Yesus terangkat naik ke langit dan dijemput oleh malaikat menuju sorga. Kenaikan Yesus ke sorga adalah sebuah “perjalanan” Sang Kristus menuju kediaman Allah yang baka. Naiknya Yesus ke surga adalah wujud bagaimana kembalinya Yesus ke dalam kemuliaan Allah yang sempurna.
Isra’ Mi’raj dan Kenaikan Yesus merupakan peristiwa yang mengingatkan kita akan kesempurnaan Allah yang bertahta di sorga. Agama samawi (agama yang berakar dari iman Abraham) mempercayai bagaimana Adam dan Hawa yang tinggal di Firdaus merupakan wujud karya Allah yang sempurna. Tapi karena dosa manusia akhirnya manusia meninggalkan Firdaus, meninggalkan sorga, dan harus bersusah payah hidup di dunia ini. Sorga adalah tempat di mana manusia berasal dan diciptakan. Sorga pula tempat di mana manusia yang beriman kembali kepada kesempurnaan.

Meskipun perayaannya tak semegah Idul Fitri, Natal, Paskah, maupun Maulud Nabi tapi dua hari raya yang “tidak popular” ini telah mengingatkan kita akansesuatu yang luar biasa : tempat asal manusia tercipta dan tujuan akhir manusia di dunia yaitu nirwana, tempat yang sempurna. Nabi Muhammad dan Yesus Kristus telah melakukan sebuah perjalanan suci menuju nirwana, tempat di mana kedamaian abadi bersemayam. Selamat menghayati isra’ Mi’raj dan kenaikan Yesus Kristus, dua hari raya yang tidak popular.

SLANK, JOKOWI, DAN KITA



Sejak SMP saya adalah Slankers. Bisa dikatakan saya adalah Slankers sejati yang mengoleksi kaset (album) Slank dari album pertama sampoai album terakhir. Sudah lebih dari 20 tahun lagu-lagu Slank wira-wiri di telinga saya. Slank bagi saya (dan ribuan slankers lainnya) bukan hanya sekedar band yang memainkan music rock n roll. Slank sudah seperti nafas yang selalu mengalirkan inspirasi di dalam kehidupan para Slankers. Karena itulah gaya hidup Slank adalah cetak biru bagi penggemarnya. Saat Slank jatuh ke dalam narkoba, banyak Slankers yang juga ikut-ikutan teller. Tapi saat Slank move on, banyak juga yang akhirnya tobat.
Puluhan tahun Slank netral dalam politik. Saat orde baru, Slank mengibarkan bendera putih yang berarti tidak memihak salah satu partai. Saat era reformasi, Slank pun masih putih. Meskipun mempersembahkan sebuah album “Mata Hati dan Reformasi” yang berisi sindiran, kritik, dan semangat dalam reformasi, tapi Slank tidak menentukan warnanya dalam politik. Saat musim kampanye, ketika hampir semua artis panen tanggapan manggung, Slank memilih “puasa” dan tetap netral. Tawaran uang dan limpahan harta tidak mempan membuat Slank berwarna salah satu partai. Hingga saat di mana ada angin sejuk berhembus melalui pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Slank tiba-tiba memutuskan untuk tidak lagi putih. Slank adalah kotak-kotak untuk mendukung seorang calon yang bernama Jokowi. Setelah puluhan tahun netral, tapi tidak untuk kali ini! Dan sikap politik ini berlanjut hingga pilpres 2014 di mana Slank masih tetap berbaju kotak-kotak.
Bagi saya ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Slank dan Jokowi bukanlah sosok yang berseberangan. Mereka sealiran dan satu arah. Terlepas dari Jokowi adalah seorang pecinta rock sejati, menurut saya lagu-lagu Slank pun memiliki arah yang sama dengan visi dan misi Jokowi. Saya teringat beberapa lagu Slank yang selaras dengan ide serta kepribadian Jokowi.
Yang pertama saya teringat lagu “Memang” di album pertama “Suit suit Hey hey”.

“Memang rambutku memang panjang , jangan menghina yang penting bukan telanjangMemang …bajuku memang rombeng, jangan menghina yang penting bukannya nebengAku memang aku bukannya kalian tapi ku tak malu karenaku tak pernah, menghina orang…merampok orang…”

Inilah karakteristik sederhana, cuek, tapi tetap pede dan tidak sombong yang saya rasa Jokowi banget….
Lalu saya ingat lagu “Hey Bung” dari album ke-4 “Generasi Biroe”….

“Hey bung… yang di atas sana coba turun ke jalan,lihat-lihat situasi apa yang terjadiHey bung… yang di balik meja coba turun ke jalan, tunjukan rasa perhatian…”

Kritik Slank terhadap pejabat waktu itu adalah para pejabat tidak pernah turun ke jalan dan sibuk dengan urusan di dalam kantornya. Jokowi pun melakukan sesuatu yang seolah-olah menjawab lagu ini dengan gaya blusukannya yang turun langsung ke dalam masyarakat.
Di album yang sama, ada pula lagu “Birokrasi Complex” :

“Harus lewat sini, lewat sana ! Meja sini, meja sana ! Sogok sini, sogok sana ! Izin sini, izin sana !Complex Birokrasi Komplek!!”

Dan Jokowi pun membuat sistem pelayanan terpadu di Kelurahan dan Kecamatan dengan memangkas birokrasi, sehingga masyarakat dapat dengan mudah dan cepat mengurus administrasi kewargaannya.
Di album ke-5 “Minoritas” ada lagu yang sangat kuat terkandung dalam visi misi Jokowi : Tut Wuri Handayani

“Anak muda harus sekolah, nggak boleh menggangurUntuk bekal di masa depan, biar besar nggak jadi preman”

Segala sesuatu harus diawali dari dunia pendidikan dan harus diubah paradigmanya. Pendidikan moral dan mental harus diutamakan! Sama seperti lagu ini.
Lagu selanjutnya, tentu udah pada tahu….

“Sedikit ngerti ngaku udah paham Kerja sedikit maunya kelihatanOtak masih kaya ‘TK, Kok ngakunya SarjanaNgomong-ngomongin orang kayak udah jagoan…Tonk kosong nyaring bunyinya, Klentang-klentong kosong banyak bicaraOceh sana-sini ngak ada isi, Otak udang ngomongnya sembarang”

Jokowi emang gak pandai beretorika, gak pandai ngomong, gak pintar debat…. Tapi yang paling penting bukan nyaring bunyinya, tapi kerja nyata!
Itulah sedikit lagunya Slank dari beratus-ratus karya yang menurut saya sangat mendambakan hadirnya pemimpin yang bersih, jujur, tegas, kreatif, dan slenge’an. Dan itu semua ternyata ada di dalam diri Jokowi. Karena itulah ketika masih ada Slankers yang menolak sikap Slank berbaju kotak-kotak dan melakukan boikot, perlu dipertanyaan ke-Slankers-annya. Jangan-jangan ini Slankers aba-abal yang hanya tahu satu dua lagunya Slank… (itupun lagu-lagunya yang cinta-cintaan). Bagi Slankers sejati yang tahu semua lagunya Slank dari album awal sampai album yang terakhir, saya yakin gak akan ragu mendukung Slank memilih nomor dua. Karena di dalam lagu-lagunya Slank yang berisi harapan pemimpin masa depan bangsa ini terjawab sudah dengan kehadiran Jokowi. Salam dua jari! Pisss!!!!

Menjawab Logika dengan Iman



Yohanes 12 : 20 – 36

Perikop sebelumnya dikisahkan Yesus memasuki Yerusalem dengan banyak orang yang mengelu-elukan diriNya bak seorang raja. Pada masa itu Yesus adalah tokoh yang fenomenal di daerah Yerusalem. Mujizat dan ajaranNya telah menggemparkan masyarakat Yahudi. Ketenaran Yesus membuat banyak orang mencari-cari Dia. Banyak orang yang ingin menyaksikan secara langsung siapa itu Yesus yang menjadi buah bibir pada waktu itu. Saya membayangkan keberadaan Yesus pada waktu itu seperti layaknya selebriti yang sedang melejit populeritasnya. Kapan dan di mana pun Yesus berada selalu saja ada orang-orang yang mengikuti. Akan tetapi secara manusiawi hal ini tentu saja cukup mengganggu. Ketenaran yang berlebihan tersebut mengurangi kebebasan Yesus yang juga membutuhkan ketenangan dan privasi.

Suatu hari di saat mengikuti ibadah hari raya bersama orang banyak, Yesus dan beberapa murid didatangi oleh sekelompok orang Yunani. Tentunya mereka adalah beberapa dari sekian banyak orang yang penasaran akan keberadaan Yesus yang fenomenal. Karena begitu besar rasa ingin tahunya, mereka merelakan diri memasuki ibadah perayaan orang Yahudi. Tentu ini menarik. Orang Yunani yang tidak menyembah YHWH masuk di dalam ibadah orang Yahudi hanya untuk menemui Yesus. Alangkah besarnya rasa ingin tahu mereka terhadap sosok Yesus. Belum sempat orang-orang Yunani tersebut bertanya, Yesus telah memberikan banyak penjelasan. Seolah-olah Yesus telah mengetahui apa yang mereka pikirkan dan yang akan mereka tanyakan. Jawaban Yesus ternyata menarik perhatian banyak orang di sekitarnya. Jadinya Yesus bukan lagi hanya menjawab orang-orang Yunani itu saja tetapi juga banyak orang yang mengerumuniNya.

Tiba-tiba ada sesuatu yang menjengkelkan. Saat Yesus telah menerangkan panjang lebar, dan bahkan suara Allah pun ikut memuliakanNya, muncul pertanyaan yang menyudutkanNya dari antara banyak orang. “Siapakah Anak manusia itu?” Pertanyaan itu coba dikuatkan dengan dasar hukum Taurat bahwa Mesias tetaphidup selama-lamanya. Ah, sebuah pertanyaan yang menguji kesabaran Yesus yang sudah menerangkannya sejak awal. Alangkah menjengkelkannya pertanyaan yang diajukan itu? Dengan nada yang sedikit tinggi akhirnya Yesus menegaskan : “...Selama terang itu ada padamu, percayalah padanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu...” Sebuah jawaban yang cukup keras dari Yesus. Dengan sedikit sindiran, Yesus menyebut ”supaya kegelapan jangan menguasai kamu”. Secara tidak langsung Yesus menyebutkan orang yang bertanya tadi sedang diliputi kegelapan sehingga memunculkan pertanyaan yang tidak semestinya ditanyakan.

Jawaban yang diberikan Yesus seolah untuk memutuskan dialog tanya jawab yang terjadi. Kalau tidak diakhiri dengan sebuah pernyataan yang tegas tentu dialog itu tidak akan ada habisnya karena mereka masih diliputi kegelapan. Percuma saja berdebat dengan orang yang masih diliputi kegelapan karena mereka tidak akan pernah mengerti. Bahasa Jawanya: Daniel Waluya. Dikandhani ngeyel, waton sulaya. Untuk menghindari pertanyaan selanjutnya, Yesus pun tiba-tiba menghilangkan diri. Yesus dikisahkan pergi bersembunyi di antara mereka. Yesus yang menjadi pusat perhatian menghilang di antara kerumunan banyak orang. Tuhan Yesus pun membutuhkan ketenangan. Tuhan Yesus pun memerlukan persiapan batin, mengingat sebentar lagi ibadah akan dimulai.

Apakah kita pun memiliki pertanyaan yang mungkin membuat Tuhan jengkel? Misalnya saja : Apakah Yesus itu benar-benar Mesias? Apakah Yesus itu benar-benar bangkit? Apakah Tuhan orang Kristen itu ada tiga? Saat Yesus di dunia apakah surga itu kosong? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang meragukan karya penyelamatan Allah. Pertanyaan yang hanya mengandalkan logika,tanpa menggunakan iman. Biarlah hidup kita diterangi Roh Kudus sehingga tidak ada lagi kegelapan yang memunculkan keraguan. Tuhan pun butuh ketenangan. Jangan mengusik Tuhan dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul saat hati kita diliputi kegelapan. Selamat mempersiapkan Paskah dengan hati yang terang benderang.


Ceper, 190411

Mengaku gagal, itu lebih baik!!



Yohanes 12 : 9 – 19

Setelah membaca perikop ini, saya teringat akan serial laga waktu masih kecil : Power Rangers. Di setiap akhir episode pasti ditampilkan kekonyolan sekelompok penjahat yang ingin menguasai bumi tapi selalu gagal karena aksi Power Rangers. Kelompok itu dipimpin oleh Rita Repuluza. Saat misi mereka gagal, mereka malah ribut sendiri dan saling menyalahkan satu sama lain.

Demikian pula dengan akhir perikop ini. Adalah orang-orang Farisi yang yang mengakhiri perikop ini dengan kekonyolan. Yang satu menunjuk yang lain dan menganggap peristiwa orang banyak mengelu-elukan Yesus adalah bukan kesalahan dirinya tetapi kesalahan yang lain. Hampir mirip dengan gerombolan Rita Repuluza yang saling menyalahkan satu dengan yang lain atas suatu kegagalan.

Misi orang Farisi adalah memengaruhi orang-orang di Yerusalem dan sekitarnya untuk membenci Yesus. Ayat 11 menjelaskan sebabnya. Keberhasilan Yesus membangkitkan Lazarus membuat banyak orang Yahudi yang meninggalkan pimpinan agama mereka dan mengikut Yesus. Ada sebuah gerakan yang membahayakan bagi eksistensi agama Yahudi pada waktu itu. Pimpinan agama Yahudi seolah-olah ditelanjangi kewibawaannya ketika Yesus hadir di tengah-tengah umat. Orang-orang farisi pun lalu ingin menjatuhkan Yesus dengan segala macam cara, termasuk rencana membunuh Lazarus, supaya banyak orang Yahudi nantinya kembali kepada imam-imam Yahudi.

Akan tetapi misi tersebut gagal ketika dengan penuh wibawa Yesus memasuki gerbang Yerusalem meskipun hanya dengan menunggangi keledai. Justru dengan kerendahan itulah, banyak orang takjub dan mengelu-elukan Yesus seperti layaknya raja. Mereka menyongsong Yesus dengan seruan, “Hosana... Hosana....” Tentunya saat itu orang-orang Farisi tidak berani menampakkan batang hidungnya. Rasa malu itu tentu tak tertahankan. Dengan sembunyi-sembunyi mereka saling menyalahkan satu dengan yang lain karena kegagalan yang dialami. Mereka saling tuding dan saling lempar kesalahan.

Ah, tidak perlu munafik... kita sering kok seperti orang Farisi. Saat kegagalan itu kita alami, kita merasa itu bukan kesalahan kita. Jarang sekali yang mengatakan dengan jujur :”ya, aku yang salah”. Sebaliknya saat keberhasilan itu kita terima, kita sering menunjuk diri sendiri sebagai pahlawan. Coba saja kalau orang-orang farisi itu berhasil, mungkin teksnya akan berbunyi : “Kamu lihat sendiri, kalau tidak ada aku kita tidak akan bisa berhasil seperti ini”. Ah, dasar manusia... mari kita belajar untuk menyangkal diri dengan mengakui kesalahan kita bukan hanya di hadapan Tuhan saja tetapi yang tidak kalah penting adalah juga di depan sesama. Selamat berkarya.

Ceper, 180411

TUHAN itu Romantis!!



Kapankah manusia diciptakan? Menurut Kejadian 2 : 6-7 tertulis saat kabut naik ke atas bumi lalu membasahi seluruh permukaan bumi,saat itulah manusia diciptakan (dikisahkan di ayat sebelumnya Tuhan Allah belum pernah menurunkan hujan ke atas bumi). Betapa romantisnya situasi seperti ini? Kabut yang tadinya naik, kemudian perlahan turun membasahi seluruh permukaan bumi yang belum pernah terjamah rintik hujan.

Banyak film yang menggunakan adegan turunnya hujan untuk mendukung tercapainya suatu klimaks. Misalnya saja adegan bertengkarnya sepasang kekasih yang akhirnya mereka berpisah akan terasa lebih lebih pilu apabila terjadi saat hujan turun. Demikian pula dengan bertemunya kembali sepasang kekasih setelah bertahun-tahun berpisah akan lebih syahdu bila disertai turunnya hujan. Klimaks ternyata lebih dapat terwujud ketika hujan turun. Karena itulah banyak sutradara dan produser yang memaksakan menghadirkan hujan di beberapa scene film mereka untuk mendukung tercapainya klimaks.

Sepertinya ini pula yang Tuhan lakukan saat menciptakan manusia. Penciptaan manusia adalah klimaks dari serangkaian proses penciptaan semesta. Bagian terpenting di dalam karya Tuhan Allah adalah manusia. Kenapa penciptaan manusia disebut sebagai klimaks penciptaan semesta? Hanya manusialah makhluk yang dibentuk sendiri dengan tangan Allah. Dibutuhkan sebuah kesungguhan hati untuk membentuk manusia. Di bagian yang lain disebutkan manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Dibutuhkan detail yang menuntut konsentrasi tinggi untuk menciptakan karya yang serupa dengan diri sendiri.

Saat Affandi menciptakan lukisan Potret Diri, saya yakin bebannya lebih besar dari pada ia melukis objek lain. Ia dituntut mewujudkan diri dan kepribadiannya sendiri melalui karya lukisan. Apa jadinya kalau lukisan Affandi tersebut tidak sama dengan gambar dirinya yang sebenarnya? Disinilah seorang seniman dituntut bisa menilai dan menggambarkan dirinya ketika menciptakan karya yang menggambarkan dirinya. Ternyata menilai dan mencitrakan diri sendiri lebih sulit daripada menilai orang lain.

Demikian pula saat Tuhan Allah membentuk manusia dari debu dan tanah. Ada sebuah klimaks di mana Tuhan Allah harus menciptakan karya yang segambar dan serupa dengan diri-Nya sendiri. Ciptaan itu harus benar-benar serupa. Di sinilah Tuhan Allah berefleksi menilai diri-Nya sendiri seperti layaknya seniman yang melukis potret dirinya.

Saat manusia terbentuk inilah turun titik-titik air yang membasahi bumi. Tanah yang kering menjadi segar karena rintik hujan yang menyapa debu tanah. Seperti layaknya sebuah adegan drama di mana ada dua insan berpelukan erat di tengah-tengah derai hujan.... Tuhan Allah dengan pencurahan energi dan kasih-Nya yang maksimal membentuk manusia pertama di tengah-tengah titik-titik air yang menyapa bumi. Benar-benar romantis....


Ceper, 16 Maret 2011


(saat kemarau mulai menyapa)

IDEALISME VS PASAR



Siapakah Yubal? Meskipun namanya hanya tertulis satu kali di Alkitab tetapi nama itu membuat saya tergelitik untuk sedikit menafsirkannya. Kejadian 4 : 21 menyebutkan sebuah nama yang diikuti keterangan yang sempat membuat saya terkejut. Dialah yang menjadi bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling! Ah, yang benar saja? Jaman itu kan jaman sebelum Nuh hadir? Mana mungkin sudah ada orang yang menemukan notasi / scale? Yang benar saja....

Menurut silsilah, Yubal adalah anak dari Lamekh. Lamekh memiliki dua istri, dan Yubal lahir dari istri yang pertama. Yubal memiliki seorang kakak yang bernama Yabal. Yabal dan Yubal adalah dua bersaudara kandung. Seperti beberapa kisah di dalam Alkitab yang menceritakan dua saudara, ada sebuah kecenderungan satu dengan yang lain digambarkan dengan kehidupan yang kontras. Misalnya saja Kain dan Habel. Kain memiliki pekerjaan bertani, sedangkan Habel beternak. Misalnya lagi Ismail dan Ishak. Dikisahkan Ismail diusir Abraham, sedangkan Ishak disayang. Yang paling jelas adalah Esau dan Yakub. Esau seorang yang berperangai kasar, sedangkan Yakub seorang yang lemah lembut. Bisa jadi pembedaan itu pun ada di dalam diri Yabal dan Yubal.
Yabal dikisahkan melalui ayat 20, dialah bapa orang yang diam dalam kemah dan memelihara ternak. Jika kita kontraskan keduanya akan muncul sebuah kebiasaan yang berbeda. Kalau Yabal lebih suka berada di dalam kemah, maka Yubal bisa jadi lebih suka di luar. Seperti halnya Yakub dan Esau, yang satu suka di dalam dan yang satu di luar. Demikian pula dengan pekerjaan mereka berdua. Disebutkan di ayat 20, pekerjaan Yabal adalah memelihara ternak. Dia seperti layaknya Yakub yang lebih suka berdiam di kemah karena pekerjaannya adalah memelihara ternak di kandang. Sedangkan Yubal disebutkan bapa dari semua orang yang memainkan kecapi dan suling. Apakah bermain kecapi dan suling merupakan pekerjaan yang mampu menjamin kehidupan seseorang pada waktu itu? Sepertinya tidak bisa. Pada waktu itu orang bekerja untuk menghasilkan barang atau benda, misalnya bertani atau berternak. Bermusik adalah pekerjaan yang menghasilkan jasa. Tidak ada barang yang dihasilkan dari bermusik. Jadi bermain musik hanyalah merupakan hobi semata. Lantas apa pekerjaan utama Yubal? Karena tidak dituliskan di dalam Alkitab, sepertinya pekerjaan bukanlah sesuatu yang penting bagi Yubal. Yang penting baginya adalah bermain musik. 

Sudut pandang nama pun dapat mempengaruhi kebiasaan mereka berdua. Dalam memberikan nama, orang Yahudi akan selalu mengaitkan dengan sifat, karakter, ataupun kebiasaan seseorang. Yabal memiliki arti harafiah dalam bahasa Ibrani : membawa, mengatur, atau memimpin. Dari nama ini kita bisa membayangkan bagaimana Yabal merupakan sosok yang sistematis dan selalu berpatokan kepada aturan. Ia adalah tipe seorang manager yang disiplin dan tegas. Karena itulah ia sukses mengelola ternak di kemahnya dengan kedisiplinan dan jiwa kepemimpinan yang besar. Sedangkan Yubal memiliki arti harafiah mengalir. Aliran adalah simbol kebebasan. Dari nama ini kita bisa membayangkan kehidupan seorang Yubal yang penuh kebebasan. Karena ia memiliki arti mengalir, tidaklah mungkin hidupnya di dalam kemah. Ia tidak akan bisa mengalir saat berada di dalam batas-batas kemah. Yang ia butuhkan adalah alam yang bebas. Ia tidak peduli akan pekerjaan dan sistem yang selalu membelit kehidupan. Ia lebih suka mengekspresikan kebebasannya tanpa terbelenggu aturan.

Demikianlah kalau saya gambarkan kekontrasan kedua saudara ini. Yabal adalah seorang yang sistematis, sedangkan Yubal adalah seorang yang ekspresif. Masing-masing memang sesuai dengan sebutannya. Bapa semua orang yang diam di dalam rumah dan memelihara ternak akan sangat cocok dengan tipe Yabal yang pandai dalam mengatur dan disiplin dalam mengelola sesuatu. Di sisi lain, bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling sangat serasi dengan kehidupan Yubal yang penuh dengan kebebasan tanpa batas.

Saya akan menyoroti Yubal karena memang ada sesuatu yang menarik. Menjadi peternak adalah hal yang umum pada waktu itu. Tetapi menjadi musisi adalah hal yang di luar kebiasaan! Yubal adalah bapa setiap orang yang bermain harpa dan suling. Kehidupan Yubal merupakan gambaran kehidupan seorang musisi ataupun seniman yang tidak seperti kehidupan orang pada umumnya. Alam memang menjadi sumber inspirasi utama para musisi, sama seperti Yubal. Nada-nada yang tercipta pun seolah-olah merupakan representasi dari alam semesta. Bisa jadi Yubal adalah penemu notasi atau scale yang kemudian disempurnakaan oleh generasi selanjutnya. Saat ia mendengar kicau burung, ia mencoba menerjemahkannya ke dalam alunan kecapi. Saat ia mendengar suara angin yang mendayu, ia mencoba melukiskannya melalui bunyi suling. Kebebasannya dalam berekspresi melalui suara membuat ia tidak peduli akan kebutuhan hidupnya. Asal bisa makan dan minum saja sudah cukup baginya. Tidak seperti Yabal yang lebih mencari keuntungan melalui peternakannya, Yubal lebih memilih jalannya sendiri: hidup untuk berkarya.

Musik itu sebenarnya bebas, tanpa batas. Sama seperti arti nama Yubal : mengalir. Musik itu sebenarnya gambaran dari alam semesta yang indah. Tapi sayangnya sedikit demi sedikit musik telah dinodai dengan uang. Yubal yang idealis telah dikemudikan oleh Yabal si pengatur. Sepertinya silsilah memang sengaja meletakkan Yabal sebagai si sulung dan Yubal sebagai si bungsu. Si sulung selalu menguasai si bungsu. Hak kesulungan itu ada pada Yabal. Si pengatur telah membuat musik tidak lagi murni lagi sebagai sesuatu yang alami. Dampak penindasan itu terasa sampai saat ini. Banyak (bahkan hampir semua) musisi yang tidak lagi hidup untuk berkarya, tetapi berkarya untuk hidup. Musik telah menyerah takluk di hadapan uang. Bermusik harus melihat pasar terlebih dahulu dan harus melepaskan kemurniannya demi uang. Bahkan musik rohani yang katanya untuk memuji Tuhan pun diperjual belikan! Apakah itu namanya masih memuji Tuhan kalau hanya untuk komresialitas belaka?

Bisakah hak kesulungan itu ditukar? Bisakah melalui sup kacang merah Yabal mau melepaskan hak kesulungannya dan memberikannya kepada Yubal? Ah sudah terlambat... Yabal dan Yubal tidak hanya merupakan sebatas silsilah yang termuat di Alkitab saja tetapi juga merupakan mitos musik dan industri. Sampai kapanpun musik akan selalu menjadi budak industri.


Ceper, April – Mei 2011

3 Hati 2 Dunia 1 Cinta (semacam resensi)



Lagi-lagi saya menemukan peristiwa hujan yang tiba-tiba turun dan mendramatisir perjumpaan dua sejoli Rosyid dan Delia dalam film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta. Mereka sedang berada di klimaks kebimbangan hubungan yang terbentur karang perbedaan. Rosyid seorang Muslim dan Delia seorang penganut Katholik. Tentu karang yang menghadang mereka terletak pada kedua pihak orang tua yang tidak memberi restu hubungan mereka. Ada beberapa hal yang membuat saya merenung setelah melihat film ini.

1. Rosyid enggan mengenakan peci putih, bukan karena rambutnya yang kribo sehingga tidak muat ketika mengenakan peci. Ia enggan memakai peci putih karena itu bukanlah ajaran agama tetapi ajaran leluhur yang sudah menjadi tradisi. Jawaban Rosyid itu dianggap sesat oleh ustad dan ayahnya. Di sinilah simbol-simbol reformasi agama tersirat melalui film ini. Agama bukanlah tradisi semata melainkan yang lebih penting adalah ajarannya. Peci putih seolah menjadi sebuah pakaian wajib kelompok Islam tertentu. Kalau sebatas itu saja masih bisa ditoleransi. Tetapi ketika sudah mengarah kepada peci putih adalah simbol yang tak tergantikan, di sinilah agama telah terjebak di dalam tradisi. Bukan lagi ajarannya yang diutamakan, melainkan justru tradisi leluhur yang disanjung-sanjung. Di dalam gereja pun ada banyak hal yang seolah-olah sudah dibakukan dan dianggap sesat ketika ada yang ingin mengubah. Misalnya saja di gereja-gereja reformasi (biasanya buah zending Belanda) menganggap iringan nyanyian ibadah itu ya organ. Selain organ? Beberapa menentang iringan alat musik lain karena menganggap organ itu alat musik sorgawi yang tidak dapat ditawar lagi. Selain itu masih banyak hal yang membuat kita terpaku kepada tradisi leluhurlah yang paling baik dan malah mengesampingkan ajaran agama yang sebenarnya adalah perintah dari Tuhan.

2. Bagian yang membuat saya terharu adalah saat Delia sebanyak dua kali mengucapkan kata Wassalamualaikum.... Yang pertama adalah kepada ibu Rosyid di rumah dan yang kedua kepada ayah Rosyid di Rumah Sakit. Salam itulah yang meluluhkan hati kedua orang tua Rosyid. Saat salam itu diucapkan seolah-olah ada sesuatu yang menembus batas tembok yang sangat tebal. Yang membuat saya menarik napas lega adalah kedua orang tua Rosyid pun menanggapi salam tersebut. Salam itu hanyalah masalah bahasa semata. Akan tetapi seolah-olah masing-masing agama memiliki ciri khasnya sendiri dalam menyapa. Bukankah ini malah justru melemahkan arti salam itu sendiri? Salam yang sebenarnya berisi sapaan selamat malah justru dipakai sebagai tembok yang membeda-bedakan agama A, B, dan C. Seperti layaknya di medan perang yang masing-masing kubu memiliki sandinya sendiri untuk mengenali sesama kawan, demikian pula salam-salam yang digunakan dalam agama-agama saat ini. Delia telah membuat saya merenungkan makna kata salam itu sendiri. Saat Delia yang seorang Katholik mengungkapkan “wassalamualaikum”, itu berarti ia mencoba membuang identitas keagamaannya dan menempatkan salam sesuai dengan fungsinya yang benar. Melalui salam itulah ayah Rosyid yang tadinya memiliki pendirian keras melebihi baja, luluh seketika. Melalui salam, sebenarnya dunia ini bisa saling berjabat tangan dan berangkulan secara damai di dalam perbedaan.

3. W. S. Rendra adalah tokoh yang dikagumi Rosyid. Saya tidak akan melihat kehidupan pribadi Rendra (meskipun juga menyelami dua agama), tetapi lebih kepada sosoknya sebagai seniman. Seni itu universal. Seni itu tidak beragama. Seni dipakai sebagai simbol yang netral di film ini. Di bagian terakhir, Rosyid membacakan puisi dan setelah itu kedua pihak orang tua yang juga menyaksikan sama-sama bertepuk tangan dan bersalaman. Alangkah indahnya ketika media seni digunakan sebagai media pemersatu. Band Irlandia yang bernama U2 selalu mengibarkan bendera putih saat pentas yang mengisyaratkan musik itu netral. Musik itu mampu mempersatukan dan mendamaikan mereka yang bertikai. Sosok Rosyid pun digambarkan sebagai seorang penyair dan seniman. Karena itulah ia selalu melihat agama secara luas. Seni memang salah satu media yang ampuh untuk menembus tembok perbedaan.

4. Dialog terakhir kalau tidak salah mereka berdua mengatakan, “Kita lihat saja nanti...” Film ini tidak memberikan jawaban. Itulah yang membuat saya sedikit kesal tapi sekaligus senang. Memang keputusan yang mengambang itu adalah keputusan yang paling baik, karena film itu akan tetap terjaga kenetralannya. Mereka berdua dibiarkan bergumul tanpa keputusan apakah berlanjut atau berpisah. Saat kedua pihak orang tua sudah berdamai, malah keputusan itu tidak diambil. Demikianlah problema cinta beda agama. Masalah ini adalah masalah klasik yang terus menjadi pergumulan kita semua. Kitab suci sendiri tidak dapat memberikan penjelasan yang tegas antara boleh atau tidak. Semuanya kembali kepada penafsiran kita terhadap kitab suci. Ditelusur dari sudut etika pun, tidak begitu jelas arahnya. Banyak juga pasangan beda agama yang baik-baik saja dalam menjalani rumah tangganya. Sebaliknya pasangan yang seiman pun bukan jaminan rumah tangga bisa langgeng. Cinta memang


kuat seperti maut dan kegairahan gigih seperti dunia orang mati... Mungkin pernikahan itu dasarnya adalah cinta, bukannya sekedar persamaan agama semata. Atau.... “Kita lihat saja nanti....”


Sebenarnya masih banyak hal yang menarik untuk didiskusikan dari film ini. Tapi supaya berimbang, saya sarankan catatan ini menjadi referensi untuk menonton filmnya secara langsung. Salam...






Ceper, 200511

BERPRINSIP!!



Lukas 7 : 36 – 50


Yesus sering menaruh perhatian yang besarterhadap perempuan-perempuan berdosa. Termasuk di dalam perikop ini, Yesus membiarkan perempuan yang berdosa membasuh kakiNya dengan air mata, menyekanya dengan rambut, mencium kakiNya, dan meminyaki dengan minyak wangi. Padahal saat itu Ia sedang makan di rumah orang Farisi yang terkenal dengan kepatuhannya terhadap Taurat. Sangat kontras! Di satu sisi Yesus makan di rumah orang Farisi yang “suci” dan di sisi yang lain muncullah perempuan berdosa yang “kotor” membasuh kaki Tuhan Yesus.

Ada sebuah permainan cantik yang dilakukan Tuhan Yesus d dalam iperikop ini. Saat menerima undangan makan bersama dari orang Farisi, Yesus tidak menolaknya. Menurut saya ini adalah trik di mana Tuhan Yesus membuka jejaring, termasuk kepada orang Farisi. Sebelumnya Yesus pun juga pernah diundang dalam perjamuan besar di rumah Lewi yang dulunya adalah pemungut cukai. Apa salahnya makan bersama? Meskipun secara prinsip dan pemikiran bertentangan dengan orang Farisi, tetapi di dalam kehidupan duniawi tidak tertutup kemungkinan timbul sebuah kedekatan pribadi. Yesus pun di dalam Injil Yohanes memiliki kedekatan dengan seorang Farisi bernama Nikodemus. Dari teks, kita bisa mengetahui bahwa orang Farisi pun mengakui bahwa Yesus itu nabi (ay 39). Jadi orang Farisi menghargai kedudukan Yesus sebagai seorang nabi meskipun banyak pemikiran yang bertentangan di antara mereka, terlebih mengenai masalah Taurat.

Saat menempatkan diri sebagai tamu, Tuhan Yesus tidak serta merta menganggap diriNya ikut-ikutan sok suci seperti pemikiran orang Farisi yang menganggap dirinya yang paling benar soal agama. Saat ada perempuan yang berdosa membasuh kakiNya, Ia justru membiarkannya. Tidak mengusirnya. Terjadilah sebuah pemandangan yang unik : di rumah orang Farisi ada perempuan berdosa dan Yesuslah yang sebagai penengah.

Bayangkan kalau tidak ada Tuhan Yesus... Orang Farisi akan selalu menganggap dirinya suci dan perempuan berdosa dianggapnya tidak layak masuk ke dalam rumahnya. Demikian pula dengan perempuan berdosa tidak akan berani memasuki rumah orang Farisi kalau tidak ada Yesus di dalamnya. Kehadiran Yesus menjadi jembatan keduanya. Kepada orang Farisi, Tuhan Yesus menghargai undangan jamuan makannya; dan kepada perempuan berdosa, Tuhan Yesus tidak menganggapnya hina.

Permainan cantik inilah yang tidak mudah untuk diterapkan. Membuka hubungan kepada setiap orang termasuk kepada mereka yang berbeda pandangan dengan kita adalah hal yang sulit. Menjadi jembatan bukan berarti tidak memiliki pendirian. Tuhan Yesus tetap memiliki pendirian. Bukan hanya sekedar basa-basi yang akhirnya malah merepotkan diri sendiri, tetapi menjalin hubungan yang tetap mengedepankan prinsip. Yang salah ya katakan salah, yang benar ya katakan benar. Tuhan Yesus berani mengatakan benar kepada perempuan yang berdosa (karena memang ia layak diampuni) dan tidak terjatuh menjadi orang Farisi meskipun Ia di rumah orang Farisi.

Kita sering kali terjatuh di dalam situasi yang mebuat kita kehilangan prinsip. Kita seringkali seperti layaknya bunglon. Saat sedang dekat dengan si A kita seolah-olah menjadi si A, dan ikut menjelek-jelekkan si B. Demikian pula saat bersama si B kita juga seolah-olah sepikiran dengnm B dan bahkan ikut-ikutan memperolok si A. Sungguh aneh memang makhluk yang namanya manusia.... Melalui perikop ini menurut saya Tuhan Yesus mengajarkan satu hal yang terselubung : tetaplah berprinsip di mana pun posisi kita berada! Salam....


Ceper, 230511

Di Balik Layar



Selama ini saya membayangkan Tuhan Yesus berpindah-pindah tempat dalam pelayananNya ditemani kedua belas muridNya yang setia. Kemudian bagaimana dengan kehidupan “di balik layar” mereka? Bagaimana mereka mendapatkan dana untuk kehidupan mereka? Bukankah mereka tidak bekerja? Lukas 8 : 1 – 3 sedikit memberikan gambaran bagaimana sisi lain pelayanan Tuhan Yesus.

Ternyata di samping keduabelas murid, Yesus juga diikuti para perempuan yang telah disembuhkan. Bukan hanya dua atau tiga tapi disebutkan banyak perempuan! Ah... sepertinya inilah jawabannya. Ayat 3 menjelaskan bahwa perempuan-perempuan itulah yang melayani Yesus dan para murid dengan kekayaan mereka. Kekayaan mereka? Ya, jelas tertulis di sini kekayaan mereka! Dalam bahasa aslinya pun juga kalau diterjemahkan demikian. Lalu apa yang bisa kita pelajari?

Tuhan Yesus tidak pernah minta untuk dilayani. Ia selalu memberikan pelayanan yang terbaik kepada mereka yang membutuhkan. Di sinilah kuncinya. Saat Ia melayani dengan kesungguhan hati, banyak orang yang kemudian berempati kepadaNya. Ketika Tuhan Yesus menyembuhkan para perempuan dengan tulus, para perempuan pun tergerak hatinya untuk balik melayani Dia. Bahkan dari ayat 3 para perempuan memberikan apa yang mereka miliki untuk pelayanan Yesus dan para murid. Tidak perlu saya tafsirkan lebih dalam mengenai “kekayaan mereka”, tetapi dari sini kita sudah bisa mengetahui betapa seriusnya para perempuan itu melayani Yesus dan para murid. Mereka sungguh-sungguh ingin membalas kebaikan Yesus karena diawali dengan pelayanan Yesus yang juga dengan kesungguhan hati. Memang benar ajaran Tuhan Yesus : “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Hal yang paling utama adalah melayani dengan sungguh-sungguh. Akibatnya? Kehidupan “di balik layar” Yesus dan para murid dapat terjamin karena hadirnya para perempuan yang setia melayani mereka.

Apakah kita masih memikirkan pekerjaan kita tidak sesuai dengan apa yang kita dapatkan? Kemungkinan besar pola pikir kita salah. Ketika kita meneladan Yesus, kita akan mencoba memberika yang terbaik terlebih dahulu tanpa memedulikan apa yang kita dapat nantinya. Kalaupun nanti kita tidak mendapat “sesuatu” ya sudah, toh kita pun tidak mengharapkan. Yang penting adalah bagaimana kesungguhan kita untuk bekerja dan menghasilkan karya yang terbaik (bahasa rohaninya : melayani). Ketika melihat orang lain senang dengan pekerjaan kita, di situlah akan ada sebuah suka cita dan kepuasan batin yang merupakan berkat tak ternilai.

Jadi demikianlah kunci kehidupan “di balik layar” pelayanan Yesus dan para murid. Mereka dilayani dan dicukupi oleh para perempuan yang mengikuti dengan setia (bahkan sampai kematian Yesus di Golgota dan paska kematian Tuhan Yesus). Pepatah mengatakan di balik kesuksesan seorang laki-laki, selalu ada perempuan yang melayani. Jadi.... biarlah hidup kita ini berjalan dengan saling melayani. Bukan saling dilayani.


Ceper, 250511

INTRIK TUHAN



Di dalam Kejadian 2 : 17 jelas-jelas tertulis : pada hari engkau memakan buah itu, pastilah engkau mati. Itulah perkataan Tuhan Allah sendiri ketika memberi perintah manusia yang baru saja diletakkanNya di taman Eden supaya tidak memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat. Tentu kita akan protes : kenapa Adam tidak mati? Apakah ini hanya semacam gertakan Tuhan semata bagi manusia itu supaya takut? Sepertinya benar demikian ketika kita menafsirkan “mati” di sini adalah mati dalam arti harafiah (karena ada juga yang menafsirkan Adam itu memang telah “mati” ketika diusir dari taman Eden – selesailah sudah kalu seperti ini jawabannya).

Biasanya orang tua akan memberikan ancaman yang kelihatannya berat kepada anaknya, tetapi pada kenyataannya itu hanyalah sebatas ancaman semata. “Nanti kalau kamu tidak naik kelas akan bapak belikan kambing, supaya kamu tidak usah sekolah lagi tetapi jadi gembala kambing...” Itu hanyalah gertakan semata dari orang tua yang memberikan dorongan bagi si anak supaya terdorong bisa naik kelas. Bukan berarti ketika nanti si anak tidak naik kelas, ayahnya benar-benar membelikan kambing dan mengeluarkan anaknya dari sekolah. Ini hanyalah gertakan semata yang tidak benar-benar akan terjadi.

Sepertinya Tuhan pun hanyalah memberikan peringatan yang berlebihan kepada Adam supaya tidak memakan buah terlarang tersebut. Gertakan yang berlebihan memang ada kalanya berhasil sehingga membuat seseorang terpacu karena bayang-bayang ancaman yang kelihatannya berat. Akan tetapi tidak halnya dengan kisah di taman Eden ini. Meskipun Tuhan sudah memberikan ancaman mati, tetapi hal itu tidak diindahkan Hawa dan Adam. Meskipun sempat teringat peringatan keras Tuhan bahwa ketika memakan buah itu akan mati (Kej 3 : 2), tetapi Hawa toh tetap juga memakannya. Gertakan Tuhan pun gagal...

Kalau dipikir-pikir, gertakan Tuhan di sini ini sedikit aneh. Tuhan mengancam kalau memakan buah itu pada hari itu juga akan mati. Apakah yang ada di dalam pikiran Adam dan Hawa mengenai mati? Tidak ada! Merekabelum mengenal apa itu mati karena mereka manusia pertama. Lalu kenapa Tuhan memberikan ancaman mati kepada mereka? Bisa jadi karena itulah mereka tidak takut mati. Mereka mungkin juga menganggap bahwa mati itu adalah sesuatu yang perlu untuk dicoba. Di sinilah peran ular yang kemudian mengacaukan pikiran Hawa sebagai pemakan buah pertama. Ular mengatakan, “sekali-sekali kamu tidak akan mati...” Ah, ini dia biang keroknya! Ular mengatakan hal yang sebenarnya kepada Hawa bahwa sekali-sekali tidak akan mati. Ular mengatakan bahwa gertakan Tuhan itu tidak benar (walaupun kenyataannya juga tidak benar). Dengan liciknya ular mengatakan yang sebenarnya mengenai buah itu. Ketika memakan buah itu justru manusia bisa seperti Allah. Tidak mati. Dan ini adalah fakta!

Kenapa Tuhan Allah tidak mengatakan hal yang sejujurnya saja? Justru inilah yang harus kita ketahui. Tuhan Allah lebih mementingkan tujuan, meskipun dengan sedikit intrik “ilmu gertak”. Tetapi sayangnya intrik tersebut dibongkar ular yang meskipun mengatakan yang sebenarnya tetapi justru berakhir kepada kehancuran. Kalau Tuhan langsung mengatakan hal yang sebenarnya tentang pohon itu kepada manusia, tentu saja manusia akan langsung memakannya. Memang ada saatnya menggunakan intrik untuk sebuah tujuan yang lebih baik, dari pada blak-blakan (seperti iklan salah satu kartu GSM saat ini) tapi malah justru membawa kehancuran.


Ceper, 130711

Selalu ada Kisah di balik Syair



Lagu “Smoke on the Water” tiba-tiba saja menyapa telinga saya dari siaran sebuah stasiun radio malam itu. Sebuah lagu yang benar-benar gagah dari Deep Purple tersebut mengalir begitu saja tanpa basa-basi. Iseng-iseng saya pun mencari lirik lagu tersebut di internet. Penasaran juga akan refreinnya yang menggelitik.

Smoke on the water, fire in the sky...

Dan ternyata yang saya temukan adalah... sebuah kepanikan karena terbakarnya sebuah casino di Montereax pada bulan Desember 1971! Lagu ini ternyata berdasarkan pengalaman nyata mereka. Di dalam casino tersebut ada Frank Zappa yang sedang pentas dalam rangka pesta tahun baru. Di tengah kemeriahan pesta, beberapa pemuda menyulut casino tersebut dengan api hingga terbakar. Paniklah seisi casino tersebut. Mereka berusaha menyelamatkan diri dari kobaran api. Pada waktu itu Deep Purple sedang melakukan rekaman di seberang danau yang berdekatan dengan lokasi kebakaran. Mereka berada di mobilnya Rolling Stone, mobil yang memang khusus disewakan untuk rekaman. Sungguh kacau situasi saat itu. Dan yang dilihat Deep Purple dari seberang danau adalah... asap yang menggulung di atas air danau, dan api di angkasa.

Smoke on the water, fire in the sky....

Ajaib benar band ini. Kepanikan yang mereka saksikan terekam dengan baik dan tersaji melalui sebuah lagu yang begitu gagah. Ketika orang mendengar lagu ini seolah diajak mengenang peristiwa getir yang sudah terbalut racikan tepung rock and roll. Begitulah seniman yang selalu bisa melukiskan fakta ke dalam sebuah karya yang indah.

Tanpa disadari saya pun telah merekam sebuah peristiwa sederhana ke dalam tulisan ini. Saya merekam bagaimana tadi saya dikejutkan oleh lagu “Smoke on the Water” ke dalam catatan yang setiap saat bisa dibaca. Ternyata merekam peristiwa dan menyajikannya menjadi sebuah karya itu mengasyikkan. Kita bisa memiliki banyak kenangan melalui apa yang telah kita buat. Kita pun bisa mengajak orang lan mengenang peristiwa yang kita tampilkan melalui karya kita. Di dalam menginterpretasikan kembal momen yang berharga, kita bisa merekamnya dan menyajikan dalam bentuk puisi, lagu, tulisan, foto, film, patung, dan masih banyak lagi. Dalam sejarah suci, Tuhan Allah pun menggunakan proses kreatif manusia ini untuk meneruskan berita keselamatan kepada generasi selanjutnya. Melalui catatan-catatan para penulis Kitab Suci, kita pun bisa merasakan bagaimana adanya sebuah kisah penyelamatan Tuhan yang bisa selalu dikenang. Entah apa jadinya kalau para nabi dan pujangga jaman dahulu enggan untuk mengisahkan kembali kesaksiannya di dalam karya sastra.

Ketika kita merekam dan menginterpretasikannya kembali melalui sebuah karya, di situlah tantangan untuk bisa menciptakan sesuatu yang baru dan original. Meskipun suatu fakta sudah berulang kali disajikan banyak orang, kita pun bisa memaparkannya dari dimensi kita sendiri sesuai dengan kekhasan yang kita miliki. Misalnya saja hadirnya keempat Injil terjadi karena proses kreatif yang berbeda dari keempat penuls (meskipun dari fakta yang sama). Mereka mengolah fakta yang sama melalui pemaparan yang berbeda.

Demikianlah penting dan asyiknya menyajikan kembali peristiwa yang kita anggap menarik ke dalam media apapun. Lagu “Smoke on the Water” telah lama berlalu. Yang tersisa hanya desis radio karena sudah tidak ada lagi siaran. Saatnya untuk mengistirahatkan raga di dalam hening. Salam!


Ceper, 210711

TUHAN JUGA BERPROSES



(Renungan ini adalah renungan yang saya bawakan mengawali Sidang Majelis Pleno GKJ Ceper bulan Maret 2013. Saya mendasari renungan dari Kejadian 1 : 1 – 31.)

Kenapakah Tuhan Allah menciptakan alam semesta ini dalam waktu yang cukup lama? Bukankah dengan kuasa-Nya, Tuhan Allah sebenarnya mampu menciptakan alam semesta hanya dalam sekejap saja?

Tuhan Allah menunjukkan adanya proses di dalam karya-Nya. Perlahan-lahan proses itu terwujud. Diawali dari terang, cakrawala, dan seterusnya hingga sampailah bagaimana Allah menciptakan manusia. Mengapa setiap kali kita membaca perikop ini kita merasa bosan dan jenuh? Jawabannya adalah karena setiap hari penciptaan, Allah mencoba mewujudkan detail yang sempurna. Sering kali detail yang diwujudkan Allah ini membuat kita sebagai manusia merasa jenuh untuk mengikutinya.

Misalnya di hari pertama, Tuhan Allah tidak hanya menciptakan dengan : “Jadilah terang” saja. Tapi Tuhan Allah pun memisahkan terang dari gelap, sehingga terang itu adalah siang; dan gelap adalah malam. Tuhan juga menciptakan “gradasi” antara gelap-terang dan siang-malam. Gelap tidak langsung menjadi terang dan siang tak langsung jadi malam. Di sinilah sentuhan detail karya Allah bagaimana diciptakan-Nya petang dan pagi. Gradasi yang diciptakan Allah di hari pertama merupakan detail sebuah kesempurnaan. Demikian juga di hari-hari selanjutnya, Allah mengisi dunia dengan detail yang sempurna.

Demikianlah proses yang ditunjukkan Allah bagi kita. Setiap tujuan yang ingin kita raih harus dilalui dengan proses belajar. Demikian pula dengan para pelayan di gereja pun harus mau untuk berproses. Kita tidak bisa langsung jadi pelayan yang serba bisa. Semua itu diawali dari sebuah kekosongan dan kerinduan untuk diisi melalui pengalaman. Setiap awal adalah belum berbentuk dan kosong sama seperti bumi pada mulanya. Perlahan-lahan Tuhan Allah menunjukkan proses itu. Orang Jawa bilang “alon-alon waton kelakon”. Tidak usah terburu-buru dalam membentuk diri. Ketergesaan hanya akan mengabaikan detail dan kesempurnaan. Karya Allah yang sempurna di dalam penciptaan ini kiranya memberikan semangat bagi kita untuk membentuk diri kita secara detail menuju kesempurnaan.


:) selamat berkarya!!

Anjing pun tahu



Anjingku sangat gemar menggonggong. Setiap orang yang dirasanya asing masuk ke gerbang gereja selalu ia sapa dengan gonggongan. Meskipun tubuhnya tidak terlalu besar, tapi gonggongannya cukup mantab. Selama dua tahun menemaniku, aku cukup terbantu dengan kehadirannya. Setiap kali ia menggonggong, pasti ada orang yang memasuki halaman gereja. Tapi tidak perlu takut memasuki halaman gereja karena anjingku dirantai dengan aman. Kalaupun anjingku menggonggong, anggaplah itu ucapan selamat datang darinya. Karena memang seperti itulah bahasa anjing.

Satu hal yang yang aku sukai dari anjingku adalah seolah anjingku tahu akan hadirnya hari Minggu. Setiap hari Minggu di gedung gereja diadakan ibadah pagi. Tidak seperti biasanya, anjingku ternyata diam saja saat satu demi satu jemaat memasuki gerbang gereja. Saat ibadah berlangsung anjingku hanya mendekam di bawah kursi panjang. Ia menyembunyikan gonggangannya dan berubah menjadi anjing yang manis. Setiap hari Minggu saat ibadah berlangsung, anjingku begitu hening, seolah ikut menghayati jalannya ibadah. Demikian pula saat ibadah selesai dan jemaat meninggalkan halaman gereja, anjingku tetap berdiam diri menyaksikannya hingga gedung gereja kembali sepi.

Ah, anjing pun tahu hari Minggu adalah saatnya ibadah. Anjing pun mengerti saat ia menggonggong dan saatnya harus diam. Terkadang manusia harus belajar dari anjing dan alam semesta ini. Saat seharusnya kita bekerja kita malah tidur, tapi saatnya istirahat malah bekerja. Saatnya dipersilakan berbicara malah membisu, tapi saat sebaiknya diam malah menggonggong. Anjing pun tahu kapan waktunya ibadah. Sedangkan manusia seringkali lupa untuk beribadah dan asyik dengan dunianya sendiri. Karena itu, berbahagialah kita ketika ada orang lain yang menghina kita dengan menyebut kita anjing. Karena anjing pun tahu kapan waktunya beribadah – dari pada manusia.



Terimakasih untuk GiaCinta Marescoti


yang telah memberikan Momo, anjing yang tahu waktunya beribadah

Agama Perlukah Dibela?

Pro kontra pembubaran salah satu ormas agama sedang hangat dibicarakan (meskipun masih kalah dengan kasus video Luna Maya). Ketika menyimak sekilas mengenai organisasi ini tentunya akan timbul pertanyaan : perlukah agama dibela?

Kalau menurut saya pembelaan terhadap suatu agama tentu mengarah kepada masalah menjaga eksistensi agama yang dibelanya. misalnya saja pada saat perang salib, ada sebuah pembelaan dari para pemeluk agama terhadap agamanya ketika mendapatkan serangan dari agama lain. Jelas terlihat adanya pembelaan dalam rangka membela agamanya dari "serangan" agama lain. Bisa dimaklumi ketika ada dua atau lebih agama yang bersengketa sehingga timbul aksi saling membela.

Akan tetapi yang dilakukan oleh saudara2 kita dalam ormas ini membela agamanya dari esuatu yang tidak jelas. Yang diserang adalah pemerintah (anggota dewan), saudara-saudara seiman, dan saudara-saudara beda iman. Seolah-olah membela agamanya dari semua orang menurutnya salah.

Pada dasarnya bermaksud baik yaitu bagaimana supaya ajaran agamanya itu dapat berjalan dengan baik. Mereka memposisikan diri sebagai "pengingat" kepada mereka yang melanggar ajaran. Kalau dalam pemerintah, posisi mereka bisa diibaratkan sebagai polisi yang mengeksekusi. Tapi konsep mereka ini menjadi lemah ketika melihat kebenaran ajaran agama yang mereka bela itu menurut siapa?

Kelemahan konsep tersebut ditembah lagi dengan penggunaan kekerasan yang menjurus kepada anarkisme. Apakah agama mengajarkan kekerasan? Apakah agama mengajarkan perusakan? Memang mereka bisa menempatkan diri sebagai "polisi" yang menertibkan hal-hal yang menyimpang dari ajaran. Tapi penafsiran "menyimpang" dan "menertibkan" di sini harusnya mereka pahami dengan lebih bijaksana.

Pengertian "menyimpang" harus mereka kaji lebih lanjut. Apakah pembangunan gereja itu sesuatu yang menyimpang? Apakah sosialisasi kesehatan itu sesuatu yang menyimpang? Apakah film yang menggunakan artis Miyabi itu adalah sesuatu yang menyimpang? Apakah pengiriman Miss Universe adalah sesuatu yang menimpang?

Demikian pula dengan konsep "menertibkan" bukankah tidak melulu dengan anarkisme dan perusakan? Kalau mereka mengaku pembela ajaran Tuhan, seharusnya mereka terlebih dahulu berkaca dan bertanya : apakah saya sudah layak membela ajaran Tuhan? Jangan-jangan merekalah yang justru "menyimpang" dan perlu "ditertibkan"? Hanya Tuhan yang tahu.

2 x 2 GIGI




Album Gigi yang paling saya suka adalah 2x2. Album yang terbit tahun 1997 ketika Gigi digawangi oleh Armand Maulana, Dewa Budjana, Budhy Haryono dan Opet Alatas. Di album ini idealisme Gigi terlihat begitu jelas tanpa melihat sisi komersialnya. Perpaduan antara rock dengan musik tradisional tersaji di album ini.

Simak saja lagu Bumi Meringis yang menampilkan aransemen edan dari Budjana. Perpaduan gitar bolong dengan alunan orkestra mampu memberikan sesuatu yang membuat kita berdecak kagum. Belum lagi ketika Budjana menyajikan solo gitar akutik dan diikuti suara meliuk armand di tengah lagu. Benar2 jenius!

Simak pula lagu-lagu berbahaya lainnya seperti : Flamenco yang mengusung nuansa Spanyol, Kurindukan yang merupakan lagu jagoan album ini, Bronchitis-Kronis yang merupakan lagu instrumental berbahaya dari Budjana dan Buddy, serta Selamat Ulang Tahun yang mengeksplor kepolosan dari anak-anak kecil. Di album inilah keempat personel menunjukkan skill terhebat mereka. Meskipun album ini tiodak menghadirkan Thomas yang sedang istirahat, tapi musikalitas Budjana, Opet, Buddy, dan Armand benar-benar menunjukkan kelasnya. Belum lagi andil dari bassis tersohor Billy Sheehan yang mereka todong untuk memainkan solo bass di lagu Mereka dan Cry Baby mampu membuat album ini sangat menggigit.

Tapi sayangnya memang selera masyarakat belum bisa menerima idealisme mereka yang begitu tinggi. Album ini bisa dikatakan tidak laku di pasaran. Tapi bagi saya (dan penggemar musik ekstrim lain) ini adalah album yang paling berbahaya dari grup ini. Salut!

MAHA dan ESA

Sesuatu yang mengganggu saya dengan frase "Tuhan Yang Maha Esa" adalah penggunaan kata "maha" dan "esa". Bukankah dua kata tersebut rancu apabila digabungkan? Maha berarti paling dan esa berarti satu. Bukankah hanya dengan kata esa saja itu sudah menggambarkan Tuhan itu hanya ada satu? Kenapa harus ditambah kata maha? Lalu adakah Tuhan yang esa yang lain?

Kalau Tuhan adalah maha baik, berarti ada sosok lain yang baik. Sehingga dengan kata "maha" menunjukkan yang paling baik dari semua yang baik adalah Tuhan. Demikian pula dengan kata-kata sifat lain yang digunakan, yang menggambarkan sosok Tuhan. Misalnya saja Tuhan yang maha suci, murah, agung, kasih, dan masih banyak lagi. Akan tetapi tidak demikian dengan kata "esa". Ketika kita menyebut Tuhan yang esa, menurut saya itu sudah sangat cukup. Menyebutkan bagaimana hanya ada satu Tuhan yaitu Tuhan itu sendiri. Sayangnya kata maha masih saja mengikuti kata esa yang malah membuat rancu.

Esa adalah bilangan yang logis. Jelas dan tegas. Bukan berdasarkan perasaan seperti halnya baik, murah, agung, dll. Kalau kita menyebut esa, berarti ya secara logika jumlahnya satu. Tidak perlu ditambah kata yang menyangatkan atau menegaskan seperti kata "maha".

Jadi... bukankah penyebutan Tuhan Yang Esa jauh lebih jelas maknanya bila dibandingkan dengan Tuhan Yang Maha Esa?

Pandawa Lima - DEWA 19

Ini adalah album yang paling saya sukai dan banyak memberikan inspirasi bagi saya. Saya merasakan disinilah puncak karier Dewa19 yang juga bisa saya sebut puncak kedewasaannya. Berawal dari lagu Kirana yang menurut saya lagu yang sempurna. Sebuah lagu yang tidak melulu diawali dari intro, masuk bait 1, bait 2, refrein, interlude, dst... Kirana mencoba menghadirkan sajian yang cerdas. Lagu yang tidak terlihat refreinnya ini mampu memberikan komposisi aransemen yang tidak membosankan meski didengar berkali-kali.

Salah satu kekuatan album ini adalah dalam kedewasaan liriknya. Di setiap lagu hadir lirik-lirik yang dewasa dan jenius. Lirik yang mengajak kita untuk berpikir dan merenung. Simak saja lagu Kirana yang liriknya : terdampar di keruhnya satu sisi dunia.... Atau lagu Petuah bijak dengan refrein : Hari ini terlalu indah untuk diburamkan, dan kau terus hitamkan jejak langkahmu.... Benar-benar lirik yang bijaksana!

Kehadiran Wong Aksan adalah kunci kesempurnaan karya ini. Sentuhan jazz di lagu Aku di sini Untukmu, Bunga, dan Sebelum Kau Terlelap mampu menghadirkan nuansa baru di dalam musikalitas Dewa 19. Chemistry yang terbentuk antara Ari, Andra, Aksan, Erwin, dan Dhani di album ini seperti tak tertandingi. Mereka mendapatkan porsi yang pas. Andra memainkan melodi dengan porsi yang tepat. Erwin mengikuti ritme Aksan dengan teratur. Dhani membalut setiap lagu dengan sound yang padu. Sedangkan Ari Lasso memberikan kejernihannya vokal yang indah.

Unsur-unsur pendukung lain seperti sampul album dan video klip dikerjakan dengan sebuah kesungguhan sehingga menghasilkan karya yang sempurna. Inilah album yang sampai saat ini merupakan album terbaik versi saya!

Sembari menunggu hujan reda, mari kita sejenak berbincang tentang musik, film, filsafat, atau apapun yang membuat kita nyaman. Selamat datang di blog ini. Silakan memesan kopi hangat ataupun teh untuk menghangatkan suasana. Sembari menunggu hujan reda, silakan menikmati blog ini.

Salam hangat,


Witra Penuh Cinta