Nikmati saja hujan dengan secangkir kopi hangat dan obrolan di blog ini....

Senin, 18 Agustus 2014

MAHA dan ESA

Sesuatu yang mengganggu saya dengan frase "Tuhan Yang Maha Esa" adalah penggunaan kata "maha" dan "esa". Bukankah dua kata tersebut rancu apabila digabungkan? Maha berarti paling dan esa berarti satu. Bukankah hanya dengan kata esa saja itu sudah menggambarkan Tuhan itu hanya ada satu? Kenapa harus ditambah kata maha? Lalu adakah Tuhan yang esa yang lain?

Kalau Tuhan adalah maha baik, berarti ada sosok lain yang baik. Sehingga dengan kata "maha" menunjukkan yang paling baik dari semua yang baik adalah Tuhan. Demikian pula dengan kata-kata sifat lain yang digunakan, yang menggambarkan sosok Tuhan. Misalnya saja Tuhan yang maha suci, murah, agung, kasih, dan masih banyak lagi. Akan tetapi tidak demikian dengan kata "esa". Ketika kita menyebut Tuhan yang esa, menurut saya itu sudah sangat cukup. Menyebutkan bagaimana hanya ada satu Tuhan yaitu Tuhan itu sendiri. Sayangnya kata maha masih saja mengikuti kata esa yang malah membuat rancu.

Esa adalah bilangan yang logis. Jelas dan tegas. Bukan berdasarkan perasaan seperti halnya baik, murah, agung, dll. Kalau kita menyebut esa, berarti ya secara logika jumlahnya satu. Tidak perlu ditambah kata yang menyangatkan atau menegaskan seperti kata "maha".

Jadi... bukankah penyebutan Tuhan Yang Esa jauh lebih jelas maknanya bila dibandingkan dengan Tuhan Yang Maha Esa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar